Bali
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini adalah tentang Pulau dan Provinsi Bali. Untuk kegunaan lainnya, lihat
Bali (disambiguasi).
Bali |
— Provinsi — |
|
Slogan: "Bali Dwipa Jaya"
(Bahasa Kawi: "Pulau Bali Jaya") |
Peta lokasi Bali |
Negara |
Indonesia |
Hari jadi |
14 Agustus 1959 (hari jadi) |
Ibu kota |
Denpasar (dahulu Singaraja) |
Koordinat |
9º 0' - 7º 50' LS
114º 0' - 116º 0' BT |
Pemerintahan |
• Gubernur |
I Made Mangku Pastika |
• Wakil Gubernur |
A.A. Ngurah Puspayoga |
Luas |
• Total |
5.636.66 km2 (2,176.33 mil²) |
Populasi (2010)[1] |
• Total |
3.891.428 |
• Kepadatan |
690/km2 (1,800/sq mi) |
Demografi |
• Suku bangsa |
Bali (89%), Jawa (7%), Baliaga (1%), Madura (1%)[2] |
• Agama |
Hindu (92,3%), Islam (5,7%), Lainnya (2%) |
• Bahasa |
Bahasa Bali, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Sasak, Bahasa Madura dan lain-lain |
Zona waktu |
WITA |
Kabupaten |
8 |
Kota |
1 |
Lagu daerah |
Bali Jagaddhita |
Situs web |
www.baliprov.go.id |
Bali terletak di antara Pulau
Jawa dan Pulau
Lombok. Ibukota provinsinya ialah
Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama
Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan
pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan
Jepang dan
Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan
Pulau Dewata dan
Pulau Seribu Pura.
Geografi
Pulau Bali adalah bagian dari
Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153
km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari
Pulau Jawa.
Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan
115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian
Indonesia yang lain.
Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148
m.
Gunung berapi ini terakhir meletus pada
Maret 1963.
Gunung Batur
juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang
lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di
bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali
terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara
pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur
dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk,
Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan
Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak
sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang
landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.
Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas
122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam
(15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas
132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi
di daerah pegunungan, yaitu
Danau Beratan atau Bedugul,
Buyan,
Tamblingan, dan
Batur. Alam Bali yang indah menjadikan pulau Bali terkenal sebagai daerah wisata.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km
2 atau 0,29% luas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55 kecamatan, dan 701 desa/kelurahan.
Batas wilayah
Sejarah
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama
Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya
Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh
Sri Kesari Warmadewa pada
913 M dan menyebutkan kata
Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi
subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan
Majapahit (
1293–
1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun
1343 M. Saat itu hampir seluruh
nusantara beragama
Hindu, namun seiring datangnya
Islam
berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain
menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan
masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari
Pulau Jawa ke Bali.
Orang
Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah
Cornelis de Houtman dari
Belanda pada
1597, meskipun sebuah kapal
Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada
1585. Belanda lewat
VOC
pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus
mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di
Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari
wilayah utara Bali, semenjak
1840-an
kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan
mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu
sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat
terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali
yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu
karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai titk
darah penghabisan atau
perang puputan yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk
rajanya.
Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut,
meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya,
para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan
pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan
budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama
Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama
I Gusti Ngurah Rai
membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya
Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke
Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan
kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh
pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada
20 November 1945, pecahlah pertempuran
Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga,
Kabupaten Tabanan,
Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin
tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati
pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion
Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan
militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari
Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi
Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh
Sukarno dan
Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam
Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember
1949. Tahun
1950,
secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan
secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun
1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali
bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun
1965, seiring dengan gagalnya
kudeta oleh
G30S
terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah
lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan
Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada masa awal
Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.
[5]
Serangan
teroris telah terjadi pada
12 Oktober 2002, berupa serangan
Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata
Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan
Bom Bali 2005
juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran.
Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas
karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan
industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun
terakhir ini.
Demografi
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa lebih, dengan mayoritas 92,3% menganut
agama Hindu. Agama lainnya adalah
Buddha,
Islam,
Protestan dan
Katolik. Agama
Islam adalah agama minoritas terbesar di Bali dengan penganut antara 5-7,2%.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari
pertanian dan perikanan, yang paling dikenal dunia dari pertanian di
Bali ialah sistem
Subak. Sebagian juga memilih menjadi
seniman.
Bahasa yang digunakan di Bali adalah
Bahasa Indonesia,
Bali dan
Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan
Bahasa Indonesia adalah
bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah
bilingual
atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa
Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan
sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan
berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem
catur warna dalam
agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali:
soroh,
gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Di beberapa tempat di Bali, ditemukan sejumlah pemakai
bahasa Jawa.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari
industri pariwisata.
Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di
Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi
yang cukup memadai.
Bahasa Jepang juga menjadi prioritas pendidikan di Bali.
Transportasi
Bali tidak memiliki jaringan rel
kereta api namun jaringan
jalan yang ada dipulau ini tergolong sangat baik dibanding daerah-daerah lain di Indonesia, jaringan
jalan tersedia dengan baik khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan yakni
Legian,
Kuta,
Sanur,
Nusa Dua,
Ubud,
dll. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih
menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik,
kecuali
taksi dan angkutan pariwisata. Moda transportasi masal saat ini disiapkan agar Bali mampu memberi kenyamanan lebih terhadap para
wisatawan.
Baru-baru ini untuk melayani kebutuhan transportasi massal yang layak
di pulau Bali diluncurkan Trans Sarbagita (Trans Denpasar, Badung,
Gianyar, Tabanan) Menggunakan Bus besar dengan fasilitas AC dan tarif Rp
3.500.
Sampai sekarang, transportasi di Bali umumnya dibangun di Bali bagian selatan sekitar
Denpasar,
Kuta,
Nusa Dua dan
Sanur sedangkan wilayah
utara kurang memiliki akomodasi yang baik.
Jenis kendaraan umum di Bali atara lain:
- Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik dikenal sebagai delman di tempat lain
- Ojek, taksi sepeda motor
- Bemo/ angkot, melayani dalam dan antarkota
- Bus Trans Sarbagita ( Koridor 1 < Kota - Garuda Wisnu Kencana (GWK) >) Dan (Koridor 2 < Nusa Dua - Batubulan>)
- Taksi
- Komotra, bus yang melayani perjalanan ke kawasan pantai Kuta dan sekitarnya
- Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Bali terhubung dengan
Pulau Jawa dengan layanan
kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan
Gilimanuk di kabupaten Jembrana dengan Pelabuhan
Ketapang di Kabupaten Banyuwangi yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit saja. Penyeberangan ke
Pulau Lombok melalui Pelabuhan
Padangbai menuju Pelabuhan
Lembar yang memakan waktu sekitar empat sampai lima jam lamanya tergantung cuaca.
Untuk transportasi darat antar pulau di bali ada terminal
Ubung-Denpasar dan terminal Mengwi yang menghubungkan pulau Bali dengan
Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Terminal Ubung di pulau Bali ini melayani
berbagai rute antar pulau tujuan Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Surabaya, Malang, Madura, Jember, dll. Angkutan antar pulau dilayani
oleh armada bus besar dengan kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif.
Terminal Ubung relatif ramai mulai pukul 15.00 wita-18.00 wita karena
pada jam tersebut banyak bis yang mulai berangkat ke kota tujuuan
masing-masing. Bagi anda yang datang keterminal ini harap waspada karena
banyak calo yang agak memaksa penumpang.
Pemerintahan
Peta topografi Pulau Bali
Daftar kabupaten dan kota di Bali
Daftar gubernur
Perwakilan
Empat anggota
DPD
(2004-2009) dari Provinsi Bali adalah I Wayan Sudirta, S.H., Nyoman
Rudana, Drs. Ida Bagus Gede Agastia dan Dra. Ida Ayu Agung Mas.
Pada tingkat provinsi,
DPRD Bali dengan 55 kursi tersedia dikuasai oleh
PDI-P dengan 24 kursi, menurun dari periode sebelumnya (2004-2009), disusul
Partai Golkar dengan dua belas kursi.
[6]
Empat orang anggota adalah perempuan.
Budaya
Musik
Seperangkat gamelan Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di
banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan
gamelan dan berbagai
alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk
kecak,
yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula
beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya
gamelan jegog,
gamelan gong gede,
gamelan gambang,
gamelan selunding dan
gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik
Angklung dimainkan untuk upacara
ngaben serta musik
Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya
Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta
Joged Bumbung
yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali
merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (
metalofon),
gong dan perkusi kayu (
xilofon).
Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau
permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi
daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada
musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional
masyarakat Lombok.
Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu
wali atau seni tari pertunjukan sakral,
bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan
balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
[7]
Pakar seni tari Bali
I Made Bandem[8] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya
Berutuk,
Sang Hyang Dedari,
Rejang dan
Baris Gede, bebali antara lain ialah
Gambuh,
Topeng Pajegan dan
Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah
Legong,
Parwa,
Arja,
Prembon dan
Joged serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah
Tari Kecak dan
Tari Pendet. Sekitar tahun 1930-an,
Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman
Walter Spies menciptakan tari
Kecak
berdasarkan tradisi Sang Hyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan
Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan
penari Bali-nya.
Penari belia sedang menarikan
Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.
Tarian wali
Tarian bebali
Tarian balih-balihan
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara
selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri
khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin
dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat
diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang
dipakainya.
Pria
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
- Udeng (ikat kepala)
- Kain kampuh
- Umpal (selendang pengikat)
- Kain wastra (kemben)
- Sabuk
- Keris
- Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.
Wanita
Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
- Gelung (sanggul)
- Sesenteng (kemben songket)
- Kain wastra
- Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
- Selendang songket bahu ke bawah
- Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
- Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
Makanan
Makanan utama
Jajanan
Senjata
Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian
Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan
tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek
pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah
harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana.
Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada
hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu
dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam
hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan
simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari
jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan
dalam patung.
Pahlawan Nasional
Dalam budaya populer
Catatan kaki
- ^ Sensus Penduduk 2010
- ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2004.
- ^ Taylor (2003), hlm. 5, 7; Hinzler (1995)
- ^ Taylor (2003), hlm. 12; Lonely Planet (1999), hlm. 15.
- ^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
- ^ DPRD Bali Didominasi Legislator Baru. VivaNews Edisi 18-05-2009.
- ^ Pengkatagorian
oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali,
tahun 1971. Artikel oleh Tisna, I Gusti Raka Panji, Sekilas Tentang Dinamika Seni Pertunjukan Tradisional Bali dalam Konteks Pariwisata Budaya, dalam situs Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Copyright © 2006.
- ^ Bandem, I Made, Frederik Eugene deBoer. Balinese Dance in Transition Kaja and Kelod. 2nd ed. Oxford University Press, USA. 1995. ISBN-13: 978-967-65-3071-4
Referensi
- Miguel Covarrubias, Island of Bali, 1946. ISBN 962-593-060-4
- Foley, Kathy; Sedana, I Nyoman (Autumn 2005), "Mask Dance from the Perspective of a Master Artist: I Ketut Kodi on "Topeng"", Asian Theatre Journal (University of Hawai'i Press) 22 (2): 199–213.
- Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. ISBN 0-674-01137-6.
- Gold, Lisa (2005). Music in Bali: Experiencing Music, Expressing Culture. New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-514149-0.
- Greenway, Paul; Lyon, James. Wheeler, Tony (1999). Bali and Lombok. Melbourne: Lonely Planet. ISBN 0-86442-606-2.
- Herbst, Edward (1997). Voices in Bali: Energes and Perceptions in Vocal Music and Dance Theater. Hanover: University Press of New England. ISBN 0-8195-6316-1.
- Hinzler, Heidi (1995) Artifacts and Early Foreign Influences. From Oey, Eric (Editor) (1995). Bali. Singapore: Periplus Editions. hlm. 24–25. ISBN 962-593-028-0.
- Ricklefs, M. C. (1993). A History of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition. MacMillan. ISBN 978-0333576892.
- Sanger, Annette (1988), "Blessing or Blight? The Effects of Touristic Dance-Drama on village Life in Singapadu, Bali", Come Mek Me Hol' Yu Han': The Impact of Tourism on Traditional Music (Berlin: Jamaica Memory Bank): 89–104.
- Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. ISBN 0-300-10518-5.
- Vickers, Adrian (1995), From Oey, Eric (Editor) (1995). Bali. Singapore: Periplus Editions. hlm. 26–35. ISBN 962-593-028-0.
- Pringle, Robert (2004). Bali: Indonesia's Hindu Realm; A short history of. Short History of Asia Series. Allen & Unwin. ISBN 1-86508-863-3.